Pengembangan Ekosistem Ekonomi Syariah di Indonesia
Ekonomi syariah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Ekonomi syariah tidak hanya terkait dengan perbankan, tetapi juga mencakup sektor-sektor seperti industri halal yang meliputi makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, serta filantropi Islam seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan pariwisata halal. Dengan cakupan yang begitu luas, pengembangan ekosistem ekonomi syariah menjadi penting agar potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Namun, pengembangan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya tingkat literasi masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan syariah. Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami prinsip-prinsip fundamental dalam keuangan syariah, seperti larangan riba, penerapan prinsip bagi hasil, penghindaran spekulasi berlebihan atau gharar, serta pentingnya keadilan dan keberlanjutan dalam transaksi keuangan. Di samping itu, inovasi produk keuangan syariah masih relatif terbatas sehingga kurang mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin beragam dan kompleks, baik di perkotaan maupun pedesaan. Integrasi antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pelaku usaha, regulator, lembaga filantropi, serta akademisi, juga belum terbangun secara optimal, sementara di sisi regulasi, masih terdapat kebutuhan untuk memperkuat kebijakan yang dapat mendorong akselerasi pertumbuhan industri syariah secara lebih progresif.
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul beragam kajian dan penelitian yang memberikan wawasan baru mengenai bagaimana ekosistem keuangan syariah di Indonesia dapat diperkuat. Salah satu isu yang banyak dibahas adalah potensi waqf sebagai instrumen keuangan syariah produktif. Model cash waqf-linked sukuk, misalnya, dinilai dapat menjadi alternatif pembiayaan pembangunan sosial, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur berbasis keberlanjutan, seperti energi hijau dan sektor kelautan. Namun, riset menunjukkan bahwa pengembangan instrumen ini masih dihadapkan pada tantangan regulasi dan manajemen kelembagaan yang belum sepenuhnya mampu menyatukan peran waqf, sukuk, perbankan, dan teknologi finansial ke dalam satu ekosistem yang terintegrasi.
Selain itu, perkembangan fintech syariah menjadi sorotan penting dalam upaya mendorong inklusi dan ketahanan keuangan. Fintech berbasis prinsip syariah, terutama dalam bentuk peer-to-peer lending, mulai banyak dimanfaatkan untuk menjangkau UMKM dan masyarakat di wilayah terpencil yang sebelumnya sulit mengakses layanan perbankan formal. Studi-studi terbaru menunjukkan bahwa fintech syariah tidak hanya meningkatkan akses keuangan, tetapi juga membantu meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Meski demikian, tantangan tetap ada, terutama terkait kebutuhan regulasi yang mampu menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah.
Sektor pasar modal syariah juga mengalami perkembangan pesat, terutama melalui penerbitan sukuk. Sukuk tidak hanya berperan sebagai alternatif pembiayaan untuk proyek infrastruktur nasional, tetapi juga mulai diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan berkelanjutan melalui instrumen sukuk hijau. Meski pasar sukuk terus tumbuh, literasi investor mengenai instrumen ini masih perlu diperluas, dan inovasi teknologi dalam proses penerbitan maupun perdagangan sukuk juga masih menjadi agenda riset dan kebijakan yang penting. Kajian terbaru bahkan mendorong penggunaan sukuk waqf sebagai solusi pembiayaan sosial yang tidak hanya bersifat komersial tetapi juga memiliki dampak sosial yang nyata.
Perhatian lain yang semakin berkembang adalah mengenai integrasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam lembaga keuangan syariah. AI dipandang sebagai alat yang potensial untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperkuat pengawasan kepatuhan syariah, serta mendukung pengambilan keputusan investasi secara real-time. Namun, kesiapan infrastruktur digital dan kerangka regulasi untuk mendukung penggunaan AI masih menjadi tantangan besar yang harus segera direspons, terutama mengingat cepatnya perkembangan teknologi yang melampaui kecepatan adaptasi regulasi di sektor ini.
Di tingkat global, Indonesia mulai menempati posisi strategis sebagai salah satu pemain utama dalam ekosistem fintech syariah. Laporan-laporan internasional menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan ekosistem fintech syariah paling berkembang, didukung oleh keberagaman talenta, infrastruktur yang semakin matang, serta komitmen pemerintah dan regulator dalam mendorong perkembangan sektor ini. Namun, untuk mempertahankan dan memperkuat posisi ini, diperlukan strategi pengembangan yang lebih holistik, mulai dari peningkatan literasi, penguatan kolaborasi antara regulator dan industri, pengembangan sumber daya manusia yang kompeten, hingga peningkatan akses permodalan yang mendukung pertumbuhan inovasi.
Oleh karena itu, pengembangan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia perlu dilakukan melalui pendekatan yang menyeluruh dan terkoordinasi. Edukasi publik dan kampanye literasi harus terus diperluas agar masyarakat memahami dan percaya pada produk-produk keuangan syariah. Inovasi produk yang memanfaatkan teknologi digital juga perlu diperkuat agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar, termasuk dalam mendukung pembiayaan sektor-sektor prioritas seperti UMKM. Infrastruktur pendukung seperti pusat riset halal, kawasan industri halal, serta laboratorium sertifikasi perlu terus dibangun untuk memastikan kualitas dan daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional. Regulasi yang progresif dan insentif yang berpihak pada pelaku usaha syariah menjadi kunci penting untuk menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan kompetitif.
Pemerintah melalui lembaga-lembaga terkait telah menyusun peta jalan pengembangan ekonomi syariah nasional yang mencakup penguatan sektor keuangan syariah, pengembangan SDM yang kompeten, serta peningkatan daya saing global. Namun, keberhasilan upaya ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga memerlukan keterlibatan aktif dari Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, pelaku industri keuangan syariah, lembaga zakat dan wakaf, akademisi, serta seluruh lapisan masyarakat.
Dengan kerja sama yang kuat, riset yang berkelanjutan, dan inovasi yang terarah, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat perekonomian domestik sekaligus menempatkan diri sebagai pusat ekonomi syariah global. Pengembangan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia bukan hanya tentang mencetak angka-angka pertumbuhan, tetapi juga tentang menciptakan sistem ekonomi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan yang mampu memberdayakan seluruh lapisan masyarakat serta memperkuat posisi Indonesia dalam peta ekonomi dunia.
Abdul Karim, A. A., & Hosen, M. N. (2023). Waqf Based Islamic Fintech Model for Agriculture Sector of Indonesia. Jurnal Al-Kharaj, 5(1), 105–121
Setiawan, A., & Syaifuddin, M. (2023). Reconstructing the Role of Waqf in Indonesia’s Islamic Financial Ecosystem: Institutional and Regulatory Analysis.
Bank Syariah Indonesia. (2024). The Evolution of Green Sukuk in Indonesia. Proceeding of ICIEB Conference.
Sisdianto, E, Robiansyah, A., Sharil Bin Ahmad Razimi, M., & Luthfiah Afifah, A. . (2024). The Role of Green Sukuk (Islamic Bonds/ Shariah-Compliant Bonds) in Enhancing Indonesia Economic Development Strategy in The New Normal Era. KnE Social Sciences, 9(16), 608–625. https://doi.org/10.18502/kss.v9i16.16277
Comments :