Disrupsi, VUCA dan Pelaporan Keuangan: Tantangan bagi Profesi Akuntansi
Pada tahun 2016, terbit suatu buku yang memberikan pesan yang cukup “provokatif” bagi profesi akuntan. Buku yang berjudul: “The End of Accounting, and the path forward for investors and managers” ditulis oleh dua orang professor akuntansi yakni Baruch Lev (Stern School New York University) dan Feng Gu (University at Buffalo). Selain akademisi, kedua professor tersebut adalah para veteran praktisi dan konsultan yang telah lebih dari 20 tahun menggeluti berbagai aspek pada disiplin ilmu akuntansi.
Meskipun “provokatif”; sebenarnya pesan yang hendak disampaikan oleh kedua penulis justru mendorong disiplin ekonomi untuk beradaptasi. Terdapat dua pesan sederhana terkait hal ini. Yang pertama adalah “anjloknya” nilai manfaat bagi pengambilan keputusan (decision usefulness) dari laporan keuangan “standar”: khususnya neraca dan laba rugi.
Hasil studi empiris mereka terhadap seluruh perusahaan-perusahaan terbuka di Amerika Serikat menunjukkan trend penurunan tajam dari R2 dari regresi (rolling 5 tahunan) nilai pasar kapital (saham dan obligasi) terhadap laba bersih (net income) dan nilai buku. Pada periode 1950 sampai 1985; nilai R2 dari regresi tersebut berada pada kisaran 80-90%. Statistik R2 turun drastis ke kisaran 50%; untuk regresi dengan subsample data setelah tahun 2000. Sekedar penyegaran pengantar statistik, R2 menunjukkan kemampuan variabel bebas menjelaskan varians variabel tergantung.
Mengapa kemampuan variabel penjelas tradisional laba bersih dan nilai buku perusahaan anjlok? Kembali jawabannya pun cukup sederhana yakni (a) Terlalu kompleksnya pengaturan pencatatan akuntansi dan (b) sudah kompleks ternyata pengaturan tersebut tidak substantif. Bagaimana kompleksnya pengaturan diilustrasikan dengan tebalnya halaman panduan pengakuan penghasilan (revenue recognition); yang berdasarkan US GAAP mencapai 700 halaman!.
Sudah tebal dan rumit; ternyata tidak substantif. Pelaku pasar “kecele” berulang kali atas laporan keuangan yang mengindikasikan suatu perusahaan dalam kondisi “OK”; yang kenyataannya justru “berada dipinggir jurang”. Pada pergantian millennium; dunia dikejutkan dengan kasus Enron dan World.Com. Pada tahun 2008; perekonomian dunia bahkan “terjerembab” akibat krisis global yang dipicu oleh nama-nama besar: Citi Bank, AIG, Merril Lynch dan Lehman Brothers. Pengaturan akuntansi yang dianggap “komprehensif” ternyata tidak dapat melakukan tugasnya yang paling “mendasar”; membedakan perusahaan yang baik versus yang buruk.
Dari keprihatian atas sejarah tersebut, maka Baruch dan Gu (2016) mengajukan suatu usulan radikal: overhaul atas pelaporan keuangan. Berlandaskan semangat laporan keuangan harus sederhana; yang memungkinkan identifikasi isu kunci serta pengambilan respon kebijakan secara cepat dan tepat, mereka mengajukan suatu kerangka pelaporan baru bernama Strategic Reports and Consequences. Dalam buku tersebut mereka memberikan ilustrasi kondisi keuangan suatu perusahaan (secara menyeluruh) dapat disampaikan dalam satu halaman!
Tulisan ini tidak ditujukan untuk mengendorse ide mereka untuk perubahan yang cukup “radikal” atas pelaporan keuangan. Sebenarnya apa yang diusulkan oleh mereka telah ada pada output laporan keuangan saat ini, yang meliputi tidak hanya neraca dan rugi laba tetapi juga laporan arus kas, perubahan ekuitas, management discussion and analysis (MD&A) serta berbagai metrik akuntansi manajerial. Yang diperlukan adalah bagaimana secara sistematis mencari informasi terpenting dari “rimba data” yang disajikan oleh proses akuntansi.
Narasi ini semakin relevan dengan perubahan lanskap bisnis terkini yang semakin cepat akibat disrupsi model bisnis. Beberapa faktor kunci yang berperan dalam disrupsi adalah integrasi global, deregulasi, creativity in doing business, rise of middle income, kesadaran lingkungan dan industry 4.0. Semua faktor diatas saling berinteraksi dan membentuk lingkungan bisnis yang memiliki karakteristik VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity and Ambiguity). Bisnis diberbagai penjuru dunia (termasuk Indonesia) mengahadapi karakter iklim yang tidak pasti dan cepat berubah. Makna suatu event tidak lagi dapat dipahami dengan sederhana; bahkan untuk menjawab pertanyaan seperti apakah event ini positif atau negatif terhadap bisnis?
Disrupsi telah terjadi pada berbagai aspek kehidupan dan kelimuan; dan tentu saja akuntansi tidak ketinggalan. Kita akan memandang implikasi dari perspektif akuntansi keuangan dan manajerial. Perspektif akuntansi keuangan akan memandang isu ini dari tujuan pelaporan keuangan kepada pihak luar. Sedangkan akuntansi manajerial akan membasa isu ini dari sudut pandang pengguna internal.
Dalam pernyataan bersama pada tahun 2010, dua accounting standard setting body utama dunia: International Accounting Standard Board (IASB) dan Financial Accounting Standard Board (FASB) menyatakan bahwa tujuan dari penyusunan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang relevan dan berguna kepada penggunanya.
Yang dimaksud dengan relevan adalah; keberadaan informasi tersebut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dari penggunanya. Sedangkan yang dimaksud dengan berguna adalah informasi tersebut diperoleh atau diproses dengan motivasi yang “benar” (faithful). Dunia semakin kompleks sehingga pencapaian dari dua atribut tersebut menjadi semakin sulit. Masalah yang kompleks tidak dapat diselesaikan oleh solusi yang kompleks!
Terdapat kaitan erat antara perspektif akuntansi keuangan dengan akuntansi manajerial. Tidak mungkin terdapat divergensi yang persisten antara kepentingan outsider dengan insider (yang ada adalah “dialog yang dinamis” diantara keduanya). Tujuan orang “luar” dan orang “dalam” adalah sama: bisnis memberikan nilai tambah; tumbuh berkelanjutan dan memiliki “nama baik” (dikenal juga sebagai corporate citizenship).
Untuk itu dalam akuntansi manajerial perlu dipastikan keselarasan dalam pengukuran kinerja dengan aspek-aspek tingkat risiko yang diambil, kompensasi manajemen, sustainabilitas usaha serta penyatuan visi-misi segenap awak perusahaan. Metriks akuntansi manajerial seperti ini telah mulai dikembangkan sejak awal tahun 2000. Salah satu yang paling terkenal adalah Risk Adjusted Return on Capital (RAROC). Sepanjang risiko yang dicakup juga menyertakan pihak eksternal (bukan hanya perusahaan); maka RAROC memenuhi syarat sebagai suatu metriks yang komprehensif.
Sebagai penutup; studi Lev dan Gu (2016) mengingatkan kembali bahwa disiplin ilmu akuntansi masih memiliki pekerjaan rumah klasik. Tujuan disiplin ilmu untuk menyajikan informasi yang relevan dan berguna; masih belum tercapai. Tantangan bagi profesi akuntan semakin besar dengan disrupsi pada berbagai aspek bisnis yang berujung pada fenomena VUCA. Para pegiat displin ilmu akuntan perlu melakukan refleksi; mungkin ada benarnya solusi yang lebih baik ada pada sesuatu yang lebih “sederhana”.
Comments :