Pertumbuhan Fintech P2P Lending yang meningkat pesat dianggap wajar karena memberikan akses yang lebih mudah kepada masyarakat, terutama UMKM yang kesulitan mendapatkan pendanaan. Meskipun penting untuk memudahkan akses ke pendanaan, hal ini harus disertai dengan tata kelola dan manajemen risiko yang kuat dari perusahaan Fintech P2P Lending yang dapat dipercaya. Ini menjadi semakin penting mengingat adanya peningkatan kasus pinjaman online ilegal (pinjol) yang mengkhawatirkan masyarakat.

Pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap regulasi Fintech P2P Lending melalui UU P2SK.  Berikut adalah Pasal-pasal dari UU P2SK dan implikasinya terhadap Fintech P2P Lending.

PASAL:

Pasal 106 (1d): Ruang lingkup Usaha Jasa Pembiayaan meliputi (d) kegiatan menyediakan, mengelola dan mengeoperasikan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan baik secara konvensional maupun Syariah melalui sistem elektronik, yang dilakukan oleh Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

IMPLIKASI:

Kejelasan bahwa LPBBTI (Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi) Fintech P2P Lending masuk dalam Usaha Jasa Pembiayaan.

PASAL:

Pasal 106 (1f): Ruang lingkup Usaha Jasa Pembiayaan meliputi (f) skema kegiatan pembiayaan lain yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. Yang berkesinambungan dengan Pasal 106 (5): Tidak termasuk dalam ruang lingkup Usaha Jasa Pembiayaan berdasarkan Undang-Undang ini, merupakan Usaha Jasa Pembiayaan yang dilakukan oleh: (e) Setiap pihak yang memberikan pinjaman / pembiayaan kepada pihak lain dengan tidak ditujukan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus yang bertujuan untuk melakukan kegiatan usaha dengan berorientasi mencari keuntungan. Dan Pasal 113 (1): Setiap Orang yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 wajib memperoleh izin usaha sebagai penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dari Otoritas Jasa Keuangan, kecuali apabila diatur dengan undang-undang tersendiri.

IMPLIKASI:

Diluar pinjaman pribadi, segala bentuk usaha yang melakukan kegiatan pinjam meminjam secara terus-menerus dan berorientasi mencari keuntungan seharusnya masuk sebagai kegiatan usaha pembiayaan dan mengajukan perizinan resmi apabila ingin melakukan usaha secara legal dan bertanggung jawab.

PASAL:

Bentuk Badan Hukum Pasal 108: Bentuk badan hukum penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan terdiri atas: a. Perseroan terbatas; b. Koperasi.

IMPLIKASI:

Agak mirip dengan POJK 77 awal dimana P2P Lending bisa berbentuk Koperasi.Terdapat informasi bahwa koperasi simpan pinjam juga akan diatur oleh OJK karena esensinya juga memberikan pinjaman/pembiayaan sebagaiman didefinisikan di Pasal 106.

PASAL:

Kepemilikan Pasal 109:

(1) Penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 108, hanya dapat dimiliki oleh:

(a) Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(b) Pemerintah Daerah.

(c) Warga negara Indonesia.

(d) Badan Hukum Indonesia.

(e) Badan hukum asing; dan/atau

(f) Warga negara asing.

 

IMPLIKASI:

Saat ini di peraturan di POJK 47/2020 yang mengatur Perusahaan Pembiayaan, sudah tercantum bahwa pemerintah dapat menjadi pemegang saham Perusahaan. Namun di POJK 10/2021 ataupun sebelumnya di POJK 77/2016 yang mengatur P2P belum ada ketentuan seperti ini.

PASAL:

Sumber Dana Penyertaan Pasal 112 (2) Sumber dana penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang: a. Berasal dari pinjaman; dan b. Berasal dari dan untuk tujuan kegiatan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan keuangan lain.

IMPLIKASI:

Khusus untuk Perusahaan start-up, yang sering kali masih melakukan proses fund raising, seringkali bentuk dana diberikan dalam bentuk Convertible Bond/KISS (Keep It Simple Security)/SAFE (Simple Agreement for Future Equity) dimana PASK Indonesia belum mengenal produk ini dan dianggap sebagai liabilitas/pinjaman sementara pencatatan di Amerika dianggap sebagai ekuitas.

PASAL:

Izin Usaha Pasal 113 (2): Untuk memperoleh izin usaha sebagaiman dimaksud pada ayat (1), pemohon harus menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan memenuhi persyaratan minimal: i. Konfirmasi dari otoritas pengawas pihak asing yang bersangkutan, untuk penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung pihak asing;

IMPLIKASI:

Dalam hal perusahaan P2P merupakah startup yang juga mendapatkan ‘fund raising’ dari investor luar, hal ini bisa dianggap tidak umum dan sebagai persyaratan yang tidak terlalu ‘investor friendly’. Sebaikinya asalkan terbukti bahwa pihak asing tersebut harus merupakan entitas modal ventura/lembaga jasa keuangan/Perusahaan teknologi ternama maka dianggap cukup dengan menjukan proof of fund & letter of intent.

PASAL:

Konversi dan Pembentukan Unit Usaha Syariah Pasal 115: (2) Penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dapat mendirikan unit usaha syariah. (3) Konversi dan pendirian unit usaha syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.

IMPLIKASI:

Pada POJK 10 saat ini tidak dimungkinkan untuk 1 P2P mempunyai produk konvensional DAN syariah, namun dengan adanya pasal ini hal ini jadi dimungkinkan apabila akan ada penyesuain POJK ke depannya agar mengadopsi UUP2SK ini.

PASAL:

Asosiasi Penyelenggara Usaha Jasa Pembiaya Pasal 126:

(1) Setiap penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan wajib menjadi anggota salah satu asosiasi yang sesuai dengan jenis usahanya.

(2) Asosiasi penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan. (3) OJK mendorong peran asosiasi Usaha Jasa Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk membangun pengawasan berbasis disiplin pasar dalam rangka penguatan dan/atau penyehatan industri Usaha Jasa Keuangan.

IMPLIKASI:

Sebelumnya di POJK 10 tidak pernah mencantumkan peran asosisasi secara spesifik selain bahwa manajemen dapat mendapatkan sertifikasi dari asosiasi dan surat rekomendasi dari asosiasi untuk calon pemegang saham, dan bahwa penyelenggara P2P wajib terdaftar sebagai anggota Asosiasi. Dan Penyelenggara harus tunduk pada pedoman perilaku pasar yang diterbitkan oleh Asosiasi dalam lingkup LPBBTI namun dengan adanya pasal ini bahwa tanggung jawab asosoasi adalah membantu OJK dalam supervisory dan disciplinary role untuk kepentingan industri.

Sumber: https://www.ojk.go.id/ojk-institute/id/capacitybuilding/upcoming/3824/peluang-dan-tantangan-fintech-p2p-lending-di-era-uu-p2sk