Salah satu strategi yang sering diterapkan perusahaan untuk memenangkan persaingan adalah melalui penetapan harga (pricing). Terdapat dua teknik penetapan harga yang umum digunakan oleh perusahaan, yakni (a) penetapan harga statik dan (b) penetapan harga strategik (Besanko et al, 2015 hal 215).

Dalam penetapan secara statik, harga output adalah mark-up yang konstan diatas harga pokok produksi ditambah selusuh biaya komponen biaya (langsung dan tidak langsung). Mark-up ini biasanya diperhitungkan dari cost of capital atau required return dari investor terkadang juga memasukkan komponen target pertumbuhan organic perusahaan. Penetapan harga secara statik biasanya dilakukan oleh perusahaan dan industri yang telah mature dimana dinamika persaingan merupakan suatu aspek yang telah manageable.

Disisi lain dalam teknik penetapan harga secara strategik,harga ditetapkan tidak semata-mata merupakan suatu mark-up terhadap harga pokok produksi ditambah seluruh biaya; tetapi disana juga ada elemen strategis. Perusahaan mungkin bersedia berproduksi pada harga dengan negative margin (harga jual belum menutup seluruh biaya) jika terdapat kepentingan strategis misalnya untuk memenangkan persaingan. Perilaku yang dikenal sebagai strategic pricing ini sering terjadi baik secara incidental maupun periodic sejalan dengan dinamika industri tempat dimana perusahaan berada.  Perilaku tersebut kadang terjadi sebagai respon atas kebijakan pesaing tetapi bisa juga terjadi sebagai inisiatif dari manajemen perusahaan sendiri (Besanko et al, 2015, hal 280).

Terdapat suatu kritik dari perilaku penetapan harga baik yang bersifat statik maupun strategik (Lam 2017, Hal 296) yakni belum memperhitungkan elemen risiko. Sederhananya risiko dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapt menyebabkan perusahaan meleset (missed) dalam mencapai tujuan strategisnya (Crouhy, Galai dan Mark, 2017 hal 5). Terdapat banyak sekali factor risiko yang dapat membuat perusaahan gagal dalam mencpai tujuan strategiknya. Dalam kepustakaan factor-faktor ini umumnya dikelompokkan dalam enam dimensi yakni risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko strategik dan risiko hukum dan reputasi (Crouhy, Galai dan Mark, 2017 hal 25). Beberapa jenis risiko dominan akan sangat tergantung pada industri dan model bisnis.

Crouhy, Galai dan Mark (2017) hal 585, berargumen bahwa risiko perusahaan sebearnya merupakan elemen terukur dan bagian tidak terpisahkan dalam penetapan harga. Hal ini terutama jika kita memandang perusahaan sebagai suatu entitas yang didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan (indefinite) atau dikenal juga sebagai entitas going concern.

Beberapa tipe risiko mungkin dapat dikatakan cukup “kecil” dan dapat dimasukkan sebagai “cost of doing business”. Risiko semacam ini misalnya terjadinya defect pada barang produksi atau terganggunya pasokan energi dan bahan baku selama beberapa jam atau hari.  Namun terdapat juga risiko lain yang memiliki probabilitas kecil  tetapi jika terjadi (disebut risk event), maka perusahaan bukan hanya mengalami kerugian yang sangat besar tetapi bahkan mengancam keberlangsungan hidupnya.

Kejadian risiko-risiko “kecil dan menengah” harus didokumentasikan oleh perusahaan dalam system Loss Event Database (LED). Perusahaan mendokumentasikan berbagai informasi terkait kejadian risiko seperti deskripsi, root cause, risk treatment, dampak dan sebagainya. Database ini juga dapat dianalisa untuk membuat suatu perkiraan dampak dan perlakuan sebagai biaya bisnis. Hal yang berbeda dilakukan untuk risiko-risiko berdampak besar. Event risiko seperti ini mungkin sangat jarang terjadi dan belum pernah terjadi dalam sejarah perusahaan. Untuk risiko yang demikian perusahaan dapat belajar dari kejadian serupa yang terjadi di perusahaaan lain dan jika event risiko tersebut belum pernah terjadi bahkan pada anggota industri lain (baik dalam maupun luar negeri) maka perusahaan harus menggunakan teknik simulasi (seperti misalnya Monte Carlo).

Sejumlah modal harus dicadangkan untuk menyerap dampak dari (a) risiko yang merupakan cost of doing business dan (b) risiko dari risk event yang jarang terjadi yang memiliki dampak sangat material. Modal dalam definisi akuntansi standar umumnya telah cukup untuk menutup risiko yang merupakan cost of doing business. Modal tambahan untuk menutup risk event material dikenal dalam kepustakaan manajemen risiko sebagai economic capital (Crouhy, Galai dan Mark hal 585). Basis pencadangan economic capital adalah dampak moneter dari risk event dalam suatu horizon waktu tertentu (biasanya maksimum 1 tahun) yang memiliki probabilitas 5% atau kurang, yang dikenal juga sebagai Value at Risk (VaR).

Potensi VaR dihitung dari berbagai dimensi risiko: risiko pasar, risiko likuiditas dan sebagainya dan dijumlahkan untuk mendapatkan economic capital pada tingkat perusahaan. Tentu saja untuk memperoleh tambahan modal ini memerlukan suatu biaya (cost of equity, cost of debt atau kombinasinya).  Tambahan biaya permodalan ini harus diperhitungkan secara eksplisit dalam pencapaian tujuan stratejik perusahaan termasuk penentuan harga produksi barang dan jasa.

Terdapat berbagai metoda yang digunakan untuk memperhitungkan biaya risiko ini, dua yang paling popular adalah Net Income after Capital Charge (NIAC) dan Return on Risk Adjusted Capital (RORAC).  Jika menggunakan NIAC, maka required return yang diharapkan dari perusahaan adalah dapat dihitung sebagai surplus penghasilan setelah dikurangi oleh biaya modal economic capital (analog dengan konsep Economic Value Added-EVA). Sedangkan dalam paradigma RAROC, perusahaan akan menggunakan Economic Capital sebagai penyebut ketika menetapkan target profitabilitas: required persentase net income terhadap modal.

Hanya dengan menerapkan ukuran yang mempertimbangkan risiko; maka perusahaan dikatakan telah mempertimbangkan seluruh dimensi bisnis secara komprehensif. Sayangnya penerapan metodologi ini masih belum menjadi standar dalam pengelolaan bisnis perusahaan. Hal ini terutama disebabkan sulitnya melakukan identifikasi dan kuantifikasi risiko secara obyektif (Crouhy, Galai dan Mark,2017 hal 590). Salah satu tipe risiko yang paling sulit adlah risiko operasional dan risiko strategik. Risiko sendiri juga bukan suatu aspek yang given, dampak dari risiko dapat dikurangi (dengan mitigasi dan hedging) sehingga besaran economic capital yang harus digunakan menjadi debatable.

Terlepas dari tantangan yang ada, dunia usaha dan disiplin akuntansi mungkin perlu mempertimbangkan suatu consensus atas model perhitungan economic capital dan risk pricing. Hal ini terutama agar biaya bisnis perusahaan akan tercermin secara lebih baik yang akan mendorong alokasi modal dalam perekonomian secara lebih efisien dan optimal.