Laporan keuangan adalah salah satu output utama kegiatan akuntansi dari entitas bisnis. Seperti yang ditegaskan oleh Elliott dan Elliott (2017) hal 131; akuntansi adalah bahasa bisnis. Sebagai suatu bahasa, disiplin akuntansi mencatat, mengolah serta menyajikan ringkasan dari berbagai kegiatan yang “material” terjadi dalam perusahaan secara benar (true) dan fair. Laporan keuangan disusun berdasarkan kerangka pikir dan sistematika yang telah disepakati oleh organisasi profesi akuntan (dikenal dengan nama conceptual framework, Godfrey et al, 2010 hal 95) untuk mencapai dua tujuan. Tujuan tersebut adalah (a) evaluasi pelaksanaan amanah pengelolaan kekayaan perusahaan (stewardship) dan (b) masukan bagi pengambilan keputusan yang bermanfaat bagi stakeholder khususnya investor (decision usefulness).

International Accounting Standard Board (IASB) pada tahun 2007 menerbitkan International Accounting Standard (IAS) No. 1 yang menetapkan setidaknya 5 jenis laporan keuangan yang harus disediakan untuk kepentingan Investor eksternal dalam satu periode akuntansi yakni: Neraca, Laporan Laba-Rugi Komprehensif, Laporan Perubahan Modal, Laporan Arus Kas dan Catatan Mengenai Kebijakan Akuntansi dan Hal Material lainnya. Tentunya akan terdapat banyak sekali informasi yang ada pada set laporan tersebut. Menjadi tantangan bagi profesi akuntansi adalah bagaimana melakukan ekstraksi insight yang paling relevan dan paling bermanfaat. Metodologi untuk melakukan hal ini dikenal dengan Laporan Analisa Laporan Keuangan.

Subramanyam (2014) mengusulkan suatu kerangka kerja analisa laporan keuangan yang memiliki empat elemen dan dua output. Elemen-elemen tersebut adalah (a) Analisa lingkungan bisnis, (b) Analisa Akuntansi, (c) Analisa Finansial dan (d) Analisa Prospektif. Implementasi yang terintegratif dari keempat elemen tersebut akan dihasilkan dua output kritikal: (a) biaya modal dan (c) nilai perusahaan (intrinsic value). Ibarat ikan didalam akuarium, tentu saja kondisi ikan (entitas bisnis) sangat tergantung bagaimana kualitas akuarium dimana dia hidup. Analisa lingkungan bisnis fokus kepada hal ini. Analisa akuntansi ditujukan untuk melakukan asesmen terhadap prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan; apakah telah dilakukan sesuai dengan standar yang umum berlaku dan konsisten. Meskipun berada dalam fase awal; analisa akuntansi sangat kritikal sebagai filtering. Analisa secanggih apapun akan tidak memiliki nilai jika input yang digunakan tidak reliable (garbage in garbage out-GIGO principle).

Analisa finansial adalah komponen terbesar. Komponen ini memliki tiga sub komponen: (a) analisa profitabilitas, (b) analisa arus kas dan (c) analisa risiko. Keuntungan (adanya penghasilan diatas total biaya) adalah sumber kehidupan dari perusahaan. Tidak memadainya sumber kehidupan perusahaan; dalam arti kuantitas dan kualitas sangat perlu menjadi perhatian. Tentu tidak realistis untuk berharap bahwa perusahaan akan selalu berada dalam kondisi untung; sebagaimana kehidupan manusia pasti ada “ups and downs”. Fokus terutama adalah apakah posisi keuntungan bersih perusahaan berasal dari suatu model bisnis-operasional yang sustainable atau dapat diharapkan pada suatu saat “akan sustainable”. Yang terakhir ini berlaku khususnya jika perusahaan berada dalam fase start-up. Analisa arus kas merupakan upaya “pemurnian-purification” terhadap hasil dari keuntungan mengingat paradigma akuntansi adalah bersifat akrual. Pada akhirnya “sumber kehidupan” paling murni bagi perusahaan adalah “tambahan kas” suatu aset yang dapat dikonversi kedalam aset lain “tanpa biaya”.

Tidak ada model bisnis tanpa risiko. Aturan besi yang berlaku sejak dahulu adalah “high risk and high return”; perusahaan yang sukses adalah yang dapat melakukan identifikasi titik optimal operasi pada efficient frontier. Perusahaan idealnya beroperasi pada bisnis yang maximum return given risk atau minimum risk given return. Analisa risiko dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi ini; dan jika belum tercapai apakah perusahaan menyadari dan telah mengambil langkah kebijakan untuk mencapai titik tersebut.

Keseluruhan elemen analisa dilakukan dengan paradigma forward looking. Semua data-informasi yang dimiliki adalah historikal (telah terjadi). Disini perlu dilakukan kegiatan analisa prospektif untuk melihat apa implikasi rangkaian historis tersebut kepada arah bisnis kedepan. Analisa prospektif adalah suatu teknik yang sangat berat bobot kreatif dan judgment nya; karena outputnya adalah bersifat prediksi yang didasarkan asumsi. Prediksi ini yang menjadi dasar penetapan nilai perusahaan;  nilai perusahaan adalah nilai kini (present value) dari jumlah seluruh arus kas di masa yang akan datang (Damodaran, 2012).

Elliott dan Elliott (2017) memberikan suatu golden rule dalam melakukan analisa. Kembali kepada prinsip bahwa entitas bisnis tidak beroperasi didalam ruang hampa; maka angka laporan keuangan yang dihasilkannya hanya memiliki arti jika diadu dengan suatu acuan (yardstick). Acuan ini dapat berupa posisi yang lampau (vertical analysis), perusahaan pembanding-peer (horizontal analysis) dan/atau keduanya: panel analysis. Sebagai ilustrasi: PT. XYZ membukukan laba bersih (setelah pajak) sebesar Rp. 770 Milyar pada akhir tahun 2019. Angka Rp. 770 Milyar tidak memberikan arti apa-apa jika dilihat secara stand alone. Jika kita bandingkan dengan capaian tahun 2018; yang sebesar (misalnya) Rp. 700 Milyar maka baru diperoleh nilai analisa: yakni 10% pertumbuhan laba. Jika kita memiliki informasi perusahaan pembanding misalnya PT. ABC dengan laba bersih sebesar Rp. 500 Milyar; maka dapat diambil kesimpulan superioritas kinerja PT.XYZ. Tentu saja jika memang PT. ABC adalah proper benchmark terhadap PT. XYZ; yang memerlukan analisa tersendiri.

Beberapa perangkat yang biasa digunakan untuk membantu analisa adalah (a) menjadikan angka-angka laporan keuangan kedalam penyebut yang sama (rebasing)-common size analysis dan (b) analisa rasio. Common size analysis kerap digunakan karena memang sebenarnya karakter suatu angka adalah bersifat relatif. Dengan mengkonversi suatu set angka (laporan laba rugi) terhadap penjualan dan membandingkanya dengan periode-periode yang lalu atau dengan peers maka kesimpulan analisa dapat lebih kaya. Kita tidak hanya mengetahui perkembangan kinerja (membaik-memburuk) tetapi juga mengetahui penyebabnya: apakah disebabkan margin laba, kapasitas penjualan dan efisiensi. Dengan analisa rasio, analisa dapat dibuat secara topikal misalnya profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, efisiensi operasi maupun integratif misalnya dengan pendekatan Du Pont. Analisa rasio memiliki keunggulan berupa karakter yang ringkas dan komunikatif.

Sebagai penutup, perlu diuraikan disini bahwa analisa laporan keuangan memiliki “nuansa” seni dan subyektif. Analis tidak perlu kaget dengan beragam nya kesimpulan yang diperoleh dari satu dataset yang identik (perusahaan dan periode laporan keuangan). Rentang 100%-200% merupakan hal yang biasa untuk estimasi nilai perusahaan (harga saham) yang diperoleh dari sekelompok analis. Semakin banyak analis yang memperhatikan perusahaan tersebut; maka keberagaman bisa sangat tinggi. Keberagaman juga merupakan fungsi dari waktu dan kondisi pasar. Yang dikedepankan disini adalah kredibilitas analisa yang ditunjukkan dengan (a) logika analisis: argumen dan asumsi, (b) konsistensi penggunaan metodologi, dan (c) keberadaan potensi conflict of interest: apakah analis memilki kepentingan secara langsung maupun tidak langsung terhadap pergerakan harga saham.