Sebagai negara berkembang, iklim bisnis di Indonesia sangatlah dinamis. Banyak perusahaan lahir, tumbuh dan berkembang. Sebagian dapat beradaptasi dengan sangat baik dan tumbuh menjadi perusahaan yang besar dan matang. Sebagian lainya tumbuh “pas-pas an” dan sebagian yang lain harus mengakui ketidak berdayaan nya dan menghilang ditelan kompetisi.

Kemampuan beradaptasi berasal dari berbagai faktor: keunggulan produk, skill manajerial, kompetisi, regulasi dan juga keberuntungan. Bottom line dari proses beradaptasi tercermin pada nilai  perusahaan (Value of the firm). Memaksimalkan nilai perusahaan adalah tujuan utama dari manajemen dan pemilik (Brealey, Mayers and Allen, 2017). Banyak pihak (stakeholder) yang selalu memantau  dari waktu ke waktu perkembangan nilai dari suatu perusahaan. Aktivitas memantau ini terangkum dalam Valuasi dan memiliki intensitas yang tinggi ketika perusahaan tersebut bersifat terbuka.

Terdapat beberapa teknik dalam melakukan valuasi perusahaan yang paling sering digunakan  Discounted Cash Flow (DCF); Relative Valuation (RV) dan Option Pricing (Damodaran, 2012). Dengan DCF, nilai perusahaan adalah nilai kumulatif bersih saat ini dari seluruh arus kas yang dapat diperoleh perusahaan sepanjang hidupnya. Tidak semua perusahaan diasumsikan sebagai going concern tentunya; pada beberapa perusahaan asumsi gone concern sangat mungkin lebih realistis.

Pada teknik RV; nilai perusahaan dibandingkan dengan perusahaan “setara”. Sesuai dengan nama tekniknya, setara adalah merupakan suatu “relative”. Perusahaan setara tidak harus dalam industri yang sama; bisa saja dari industri lain sepanjang karakteristik keuangan dan bisnisnya serupa. Beberapa varian yang populer dari RV adalah Price To Book (P/B) dan Price to Earning (P/E) untuk perusahaan terbuka dan Sales (Revenue) to Book dan Profit Margin to Book untuk perusahaan tertutup.

Pada perusahaan yang baru lahir dengan model bisnis yang unik seperti Technology Start Up, pembandingan dilakukan dengan indikator yang “tidak lazim” seperti jumlah kunjungan ke situs (hits) dan jumlah subscriber. Dalam tahap tersebut informasi keuangan standar seperti neraca, laba rugi dan arus kas belum memiliki “arti”. Jargon dikalangan pelaku pasar modal bagi bisnis tahap ini adalah “cash burncompanies karena besarnya belanja modal dan marketing related cost (termasuk pemberian cash back dan insentif) dalam rangka established. Jangan heran semakin banyak uang yang “dibakar”; perusahaan tersebut “dapat” dianggap semakin “bernilai”. Memang melihat perusahaan semacam ini harus sangat “kedepan”.

Option pricing digunakan untuk perusahaan dengan model bisnis dengan tingkat ketidak pastian tinggi seperti perusahaan farmasi, pertambangan dan teknologi. Model bisnis perusahaan semacam ini bergerak melalui jalur skenario-skenario dengan keputusan harus diambil dibeberapa titik. Setiap skenario dan keputusan yang diambil akan memiliki implikasi yang sangat besar yang bahkan menentukan hidup matinya perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai akhir perusahaan adalah penjumlahan nilai dikali probabilitas cabang-cabang skenario dan keputusan.

Valuasi adalah suatu teknik multi disiplin yang berpijak pada pemahaman model bisnis yang komprehensif dan integritas input yang digunakan. Dalam praktek memang terbuka rentang yang sangat lebar untuk output valuasi. Hal ini sering disalah gunakan dalam praktek adalah proses Valuasi justru dilakukan secara mundur (backward process). Nilai perusahaan sudah ditetapkan dulu; proses valuasi dilakukan untuk menjustifikasikan nilai tersebut.

Damodaran (2017) mengkritisi praktek seperti ini; meskipun terdapat fleksibilitas namun integritas harus dikedepankan. Hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu membangun Narasi. Narasi yang memuat logika gambaran besar perkembangan bisnis perusahaan sepanjang hidupnya adalah pondasi dari proses valuasi. Narasi harus melewati proses review dan challenge yang ketat. Setiap input dan teknik yang digunakan tidak boleh terlepas dari narasi telah yang disepakati.

Valuasi adalah salah satu komponen penting akuntansi keuangan. Financial Accounting Standard Board (FASB) telah mengakui keunggulan fair value dibandingkan historical cost; dan kedepan fokus pengembangan standar akuntansi adalah kepada prinsip fair value (Subramanyam, 2014). Dengan demikian pemahaman terhadap teknik valuasi adalah mejadi skill yang tidak terpisahkan bagi para Akuntan.