Implementasi Big Data dalam Proses Audit

Big Data Analytics adalah suatu proses menelusuri (inspecting), cleaning, mentransformasi (transforming), dan modelling big data untuk menemukan (discover) dan mengkomunikasikan informasi dan patterns, memberikan saran dan mendukung pengambilan keputusan. Dalam konteks audit laporan keuangan, auditor akan fokus pada transaksi keuangan, saldo keuangan, pengungkapan (disclosures) transaksi yang digunakan pada pelaporan keuangan dan asersi manajemen yang terkait. Dalam melakukan audit keuangan, auditor harus mengacu kepada standar audit yang berlaku, misalnya International Statements on Auditing (ISAs). Big data analytic dapat membantu proses audit sesuai dengan standar ISAs, seperti dibawah ini[1]:

  • Mengidentifikasi dan menilai resiko yang terkait dengan keputusan untuk menerima atau melanjutkan penugasan audit, misalnya, adanya resiko kebangkrutan atau management fraud (kecurangan manajemen) tingkat tinggi yang terjadi pada entitas/perusahaan yang diaudit.
  • Mengidentifikasi dan menguji salah saji (misstatement) yang material yang ada pada laporan keuangan karena adanya fraud, dan menguji fraud atas risiko yang ditemukan. (ISA 240).
  • Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji (misstatement) yang material melalui pemahaman terhadap entitas/perusahaan yang di audit dan lingkungannya (ISA 315). Ini termasuk kegiatan melakukan preliminary prosedur analitis, dan mengevaluasi rancangan dan implementasi pengendalian internalnya dan menguji efektifitas pengendalian internal.
  • Melakukan prosedur analitis substantive sebagai respon atas penilaian auditor terhadap risiko salah saji yang material (ISA 520).
  • Melakukan prosedur analitis ketika mendekati akhir dari proses audit untuk membantu auditor dalam menentukan kesimpulan yang menyeluruh tentang apakah laporan keuangan telah konsisten dengan pemahaman auditor terhadap entitas/perusahaan yang diaudit (ISA 520).

Implementasi big data membutuhkan orang-orang yang ahli dalam data analytics, sehingga, banyak perusahaan meng-outsource dari pihak lain. Profesi audit juga dapat meng-hire seorang yang terlatih dan professional dalam melakukan big data analytic atau bahkan, menggunakan perusahaan provider penyedia jasa big data analytic. Namun hal ini menimbulkan isu tentang privacy.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan big data dalam proses audit. Pertama, agar penggunaan big data bisa sukses, maka dibutuhkan perubahan paradigm dari industry audit (auditor, Partner dan KAP nya). Karena, selama ini, proses audit mungkin membutuhkan data dalam ukuran yang tidak besar dan data yang sudah bersih atau siap pakai serta berfokus pada causation (penyebab). Jika menggunakan big data, auditor akan cenderung menggunakan data yang tidak rapih atau tidak terstruktur (messy/unstructured) dan akan berfokus pada keterkaitan atau relevansi daripada penyebab. Sejauh mana pendekatan ini akan diimplementasikan dalam audit oleh auditor akan berbeda-beda tergantung dari tahap auditnya. Misalnya penggunaan data yang masih tidak rapih, cocok digunakan untuk tahap planning dan risk assessment daripada tahap substantive procedures. Contohnya, big data analytics dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola dan tren bisnis suatu client, sementara traditional audit analytics dan teknik audit berbantuan komputer dapat digunakan untuk melakukan analisis yang lebih detil terhadap isu yang potensial, dan audit judgment konvensional dapat digunakan untuk menentukan dampak dari temuan audit pada pelaporan keuangan. Selain itu, messy data mungkin tidak cocok digunakan untuk tahap analytical procedures. Hal-hal seperti yang diungkapkan diatas, dirasakan masih sangat asing bagi auditor professional, oleh karena itu dibutuhkan guidance/arahan, edukasi, dan bahkan membutuhkan adanya perubahan pada audit standards. Kedua, volume big data memberikan tantangan yang signifikan terhadap proses perhitungan (computational). Teknis analisis yang umum yang biasa digunakan pada proses audit tidak dapat diaplikasikan pada big data. Solusinya adalah apakah menggunakan teknik analisis yang simple yang membutuhkan proses perhitungan yang sederhana atau memilih subset/sebagian data yang dapat di-manage dengan analytical tools yang lebih komplek.

Ketiga, privacy merupakan isu yang potensial ketika big data digunakan. Ada kemungkinan pada proses analisa data, dibutuhkan informasi client yang bersifat non-public diluar dari informasi yang biasanya dapat dirilis ke auditor. Jika auditor gagal mengidentifikasi error atau fraud, muncul resiko bahwa auditor akan memprediksi data tersebut. Namun, hal ini tidak menjadi masalah, karena pada audit tradisional, auditor bekerja melalui sampel data, dan hal ini dapat dipahami jika secara statistik, auditor gagal menemukan fraud atau error. Sebaliknya, dengan menggunakan big data, ada kemungkinan auditor akan dapat menemukan fraud atau error yang tidak dapat ditemukan pada proses audit sebelumnya.

Uraian diatas menjelaskan bahwa trend big data sudah dapat diimplementasikan dalam proses audit. Dibutuhkan kesiapan auditor dalam menghadapi fenomena ini. Auditor dituntut untuk cepat beradaptasi dan merubah paradigma terhadap perubahan trend ini. Pada artikel selanjutnya, akan diuraikan mengenai sejauhmana big data dapat digunakan sebagai bukti audit.

Footnote

[1] Cao, Chychyla and Stewart (2015)